Info Honorer non kategori,, Info PPPK, Info GTT PTT, info bidan PTT

Minggu, 30 September 2018

Aspirasi Guru Honorer Belum Berhenti

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa belum reda aspirasi para guru honorer terkait pembatasan usia dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil, permasalahan baru muncul di Kabupaten Bandung. Masalah tersebut disuarakan oleh guru honorer kategori 2 (K2) yang menuntut pengakuan serta kejelasan status dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung. 

Akibat ketidakjelasan status, selama ini para guru honorer K2 di sejumlah sekolah, khususnya sekolah negeri tidak bisa mengurus sertifikasi. Selama ini, mereka hanya berbekal surat penugasan mengajar di sekolah yang diberikan dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Juhana. 

Ketua Forum Guru Honorer Kategori 2 Kabupaten Bandung, Toto Ruhiyat mengatakan, surat tersebut sama sekali tidak menjamin nasib dan status para guru honorer K2. "Surat itu hanya diterbitkan agar dana bantuan operasional sekolah (BOS) bisa digunakan untuk menggaji guru honorer," katanya di Soreang, Minggu 30 September 2018.

Setiap saat dan di mana saja, kata Toto, guru honorer K2 bisa saja tersisih jika sekolah tempat mereka mengabdi mendapat tambahan tenaga guru PNS baru. Akibatnya, para guru honorer K2 selalu dihinggapi keresahan terkait nasib mereka.

"Kami berharap Bupati Bandung Dadang M. Naser bisa memberikan kejelasan status untuk guru honorer K2 khususnya yang mengajar di sekolah negeri. Kebijakan tersebut dibutuhkan agar guru honorer tidak terancam digeser di sekolah," tutur Toto.

Toto mengakui jika kejelasan tersebut memang tidak boleh bertentangan dengan aturan yang berlaku. Namun kebijakan yang baik tentunya bisa tetap dibuat untuk melindungi nasib para guru honorer yang selama ini mengabdi dan membantu meringankan beban kerja guru PNS yang terbatas.

Di sisi lain, Toto pun tak menampik jika guru PNS memang lambat laun harus dipenuhi kekurangannya oleh pemerintah. Namun bagaimanapun hal itu jangan sampai serta merta memutuskan hajat hidup para guru honorer yang sudah mengabdi meski dengan imbal jasa yang terbilang kecil.

Kejelasan yang diminta, bukanlah untuk menjamin guru honorer bisa terus mengajar meskipun posisinya sudah terisi oleh guru PNS. Namun setidaknya, ada kontrak tertentu yang bisa menjamin mereka tak disingkirkan tiba-tiba.

Status kontrak, kata Toto, memungkinkan guru honoer K2 bisa mempersiapkan diri jika di tengah jalan mereka tergantikan oleh guru PNS. Setidaknya ada jeda waktu sampai habis kontrak bagi para guru honorer K2 yang bersangkutan untuk mencari pekerjaan pengganti.

Selain itu, kontrak yang jelas bisa membuat para guru honorer K2 untuk menempuh proses sertifikasi untuk menunjukan bahwa mereka pun benar-benar memiliki kompetensi mengajar meskipun belum bisa direkrut sebagai PNS. "Kejelasan status seperti itu belum ada dari pemerintah pusat, jadi kami ingin ada kejelasan dan pengakuan di daerah saja dulu," kata Toto.

Berita ini bersumber dari Pikiran Rakyat.
Share:

Kamis, 27 September 2018

Kunjungi Sumsel, Komisi II Himpun Masukan Penyelesaian Honorer K2 dan ASN


Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa Penjabat Gubernur Sumsel Hadi Wibowo menerima Kunjungan Kerja Panja Pengawasan Komisi II DPR RI terkait permasalahan Aparatur Sipil Negara (ASN), Rekrutmen CPNS, Mutasi Pegawai, Netralitas ASN dan Penanganan Honorer K2.

Kunjungan Komisi II DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang lengkap terutama bagi Hononer K2. Selanjutnya hasil temuannya akan dibahas pada rapat Komisi II DPR RI dengan pemerintah pusat.

Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang Rapat Gubernur Sumsel, Kamis (27/9/2018), Mardani menambahkan kunjungan kali ini dalam rangka menjalankan fungsi dan tugas konstitusional Komisi II DPR RI di bidang pengawasan dan sesuai hasil keputusan rapat intern Komisi II DPR RI.

"Saya mengapresiasi pertemuan tadi, bahkan BKN memberikan beberapa solusi untuk penyelesaian hononer K2. .Untuk penyelesaiannya, saya berharap segera keluar Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K),” tandas Mardani dengan menambahkan, kalaupun tidak, ada kajian dari BKN untuk mengoptimalkan UU 17 tahun 2003, agar ada terobosan yang baik dan ada affirmative action terhadap honorer K2.

Politisi PKS ini juga mengungkapkan, permasalahan honorer K2 usia diatas  35 tahun yang sudah mengabdi cukup lama, akan dicarikan jalan keluarnya. Setelah berdiskusi dengan BKD Provinsi Sumsel, maka optimis akan ada solusinya.

“Kalau belum ada revisi UU ASN, kita meniti peluang yang kecil, kalau ada revisi UU ASN maka akan membuat jalur  jalan tol penyelesaian honorer K2. Yang diajukan akan kami pelajari, tapi memang sangat tergantung beberapa pihak yakni Pemerintah Provinsi, Kementerian Keuangan dan dukungan politik dari DPR RI,” jelasnya.

Diungkapkan pula, beberapa pertanyaan diajukan sejumlah anggota Komisi II DPR RI, diantaranya bagaimana penanganan yang dilakukan oleh Pemprov Sumsel terhadap Tenaga Honorer K2 di lingkup Pemprov Sumsel yang berdasarkan hasil tes terakhir dinyatakan tidak lulus.

Menanggapi hal ini, PJ Gubernur Sumsel Hadi Prabowo mengatakan, tenaga honorer K2 di lingkup Pemprov Sumsel berjumlah 186 orang. Setelah dilakukan seleksi pada tanggal 3 November 2013, dari hasil 186 honorer K2 dinyatakan lulus seleksi berjumlah 59 orang.

Dari 59 orang yang dinyatakan lulus tersebut 55 orang sudah diangkat PNS, dan 4 orang lainnya tidak diangkat karena 1 orang meninggal dunia dan 3 orang tidak memenuhi syarat.

Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Prov Sumsel, Muzakir mengungkapkan bahwa penyelesaian honorer K2 tetap seperti saat ini sampai adanya perubahan regulasi.

“Untuk mengubah itu sudah sejak 2005 kita memberikan masukan, Namun keputusan itu berada di pusat yang membuat regulasi. Tadi kami memberikan masukan kepada DPR RI, karena mereka yang membuat regulasi dan mempunyai kekuatan untuk mengubah itu,” ucapnya.

Ia berharap ada kebijakan khusus bagi honorer K2 yang usianya sudah 35 tahun tetapi sudah mengabdi lama agar mendapat prioritas pengangkatan.

Berita ini bersumber dari DPR.
Share:

Senin, 24 September 2018

Aturan soal Guru Honorer Tunggu Kajian Menkeu

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa Pemerintah tengah menyusun aturan untuk mengatasi banyaknya tenaga honorer di Indonesia yang tidak lolos seleksi calon pegawai negeri sipil ( CPNS). Rencananya, aturan itu akan tertuang dalam peraturan pemerintah (PP). 

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin menyebutkan, PP ini akan mengatur guru honorer yang bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pasca tidak lolos dalam seleksi CPNS. 

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, proses penyusunan PP saat ini masih menunggu proses dari Menteri Keuangan untuk menghitung kemampuan dari sisi fiskal. 

Pasalnya, saat ini masih banyak daerah yang belum mandiri secara keuangan termasuk dari dana alokasi umum (DAU). Sehingga, memang harus tetap didukung dari pemerintah pusat.

Untuk itu, pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Keuangan harus menghitung betul belanja fiskal. "Kami tidak ingin APBN itu isinya hanya untuk belanja PNS saja, harus juga dilihat untuk pembangunannya seperti apa itu harus dihitung betul-betul oleh Kemenkeu," kata Bima di Jakarta, akhir pekan lalu.

Bahkan dalam rapat terbatas yang diadakan di Istana Negara, Jumat (21/9/2018), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta waktu hingga dua pekan ke depan untuk menghitung kemampuan keuangan negara untuk membiayai proses penerimaan PPPK ini.

Bima pun menargetkan, PP ini bisa selesai pada tahun ini agar seleksi PPPK bisa cepat dilakukan usai seleksi CPNS. "Jadi bagi yang tidak lolos CPNS, guru honorer bisa ikut seleksi PPPK ini. Nah PP ini menjadi landasan hukum kami untuk membuka seleksi ini," tambah dia.

Namun, baik Syafruddin dan Bima mengatakan, hingga saat ini masih belum ditentukan berapa formasi untuk PPPK ini. Tapi pemerintah sudah memutuskan guru honerer yang berusia di atas 35 tahun atau bahkan dua tahun sebelum masa pensiun masih bisa mengikuti seleksi PPPK ini.

Bahkan PPPK ini juga memberikan kesempatan bagi para profesional diaspora yang mau mengabdi kepada negera. Asal tahu saja, PPPK ini memiliki kontrak kerja yang selalu diperpanjang oleh pemerintah selama satu tahun hingga batas usia pensiun.

Perpanjangan kontrak kerja itu juga akan dinilai dari kinerja. Kemudian, secara hak keuangan juga tidak terlalu berbeda antara PPPK dengan PNS.

Hanya saja dalam UU Aparat Sipil Negara, PPPK tidak menerima pembayaran dana pensiun. Tapi bukan berarti, PPPK tidak boleh mengelola dana pensiunnya sendiri. "PPPK bisa ikut program pensiun dengan Taspen, boleh saja nanti Taspen tinggal memotong uang premi dari gajinya," jelas Bima.

Selain PP ini, pemerintah juga memiliki opsi lain bagi guru honorer yang tidak lulus seleksi CPNS dan PPPK. Opsi itu adalah memberikan kesejahteraan yang memadai bagi guru honerer.

"Karena banyak guru honorer sekarang ini yang dibayar di bawah UMR. Ini tentu tidak manusiawi karena untuk masyarakat umum saja ada batasan UMR. Maka harus disesuaikan dengan UMR di masing-masing daerah," kata Bima.

Berita ini bersumber dari Kompas.
Share:

Sabtu, 22 September 2018

PGRI Usulkan Ketentuan Ini Masuk di PP PPPK

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa Pemerintah menyodorkan solusi honorer K2 usia di atas 35 tahun ikut seleksi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Hanya saja, Peraturan Pemerintah (PP) tentang PPPK belum terbit.

Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengaku menanyakan mengenai draf PP PPPK itu ke Mensesneg Pratikno saat pertemuan Kamis (20/9).

Dia mendapatkan informasi bahwa naskah RPP memang sudah masuk ke Setneg. Namun dia masih belum diberi kesempatan untuk mempelajari isi RPP tersebut.

Maka Unifah meminta PGRI sebagai organisasi profesi guru dilibatkan dalam perumusan rancangan PP tentang PPPK tersebut.

Sebab dia tidak ingin ketika PP tentang PPPK itu keluar, justru merugikan tenaga honorer. Baik yang berprofesi sebagai guru, tenaga kesehatan, maupun profesi lainnya.

Dia menyampaikan ada usulan dari PGRI terkait ikatan kontrak dalam skema PPPK. Diantaranya adalah kontrak dilakukan sekali dengan durasi kontrak yang panjang. Misalnya sampai usia pensiun atau sepuluh tahun.

Selain itu tenaga honorer juga mendapatkan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

’’Setelah menjadi PPPK, guru honorer juga diberi kesempatan mengikuti sertifikasi untuk mendapatkan TPG (tunjangan profesi guru),’’ jelasnya. 

Berita ini bersumber dari JPNN.
Share:

Jumat, 21 September 2018

PPPK, Solusi untuk Eks Honorer K-II

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa  Pemerintah segera merampungkan Peraturan Pemerintah tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini untuk memberi kesempatan masyarakat berusia lebih dari 35 tahun yang ingin mengabdi untuk negara. “Seleksi PPPK akan dilakukan setelah seleksi CPNS tahun 2018 selesai," ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin kepada wartawan di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (21/09).

Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana, Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji, Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmadja dan sejumlah pejabat terkait.

Dijelaskan lebih lanjut, untuk mendapatkan SDM aparatur yang berkualitas, pemerintah mengadakan seleksi CPNS yang kompetitif. Namun di sisi lain, pemerintah juga memperhatikan orang-orang yang telah berjasa dan berjuang cukup lama untuk negara dan menanti menjadi ASN. "Oleh karena itu, pemerintah memberikan solusi melalui PPPK. Termasuk di dalamnya eks tenaga honorer kategori dua yang tidak memenuhi syarat mengikuti seleksi CPNS," tegas mantan Wakapolri ini.

Peluang itu juga terbuka bagi pelamar yang tidak lulus dalam seleksi CPNS untuk mengikuti tes PPPK. Seleksi PPPK dapat diikuti oleh pelamar yang berusia lebih dari 35 tahun. “Bahkan bagi yang usianya setahun sebelum batas usia pensiun juga dapat mengikuti tes,” imbuh Syafruddin.

Dikatakan, pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mulai dari pengadaan sampai pensiun ASN. Hal itu juga berlaku bagi tenaga eks honorer Kategori II (K-II) serta Pegawai non-PNS yang bekerja di lingkungan instansi pemerintah. Sesuai dengan UU tersebut, untuk dapat diangkat menjadi CPNS maupun PPPK harus melalui tes.

Menteri Syafruddin memberikan gambaran tenaga honorer yang jumlahnya cukup banyak. Hingga tahun 2014, pemerintah telah mengangkat tenaga honorer sebanyak 1.070.092 orang. Jumlah ini berawal dari pendataan pertama tenaga honorer sebanyak 920.702 orang, dan dilakukan pengangkatan sebanyak 860.220 orang tenaga honorer K-1 tanpa tes. Pada tahun 2013, dilakukan tes untuk tenaga honorer K-II, dan sebanyak 209.872 orang.

Pengangkatan honorer K-II itu berawal dari adanya pengaduan dari tenaga honorer yang merasa memenuhi syarat tetapi tidak diangkat. Kemudian dilakukan pendataan kedua, dan diperoleh data sejumlah 648.462 orang. Atas kesepakatan bersama pemerintah dengan Komisi II, Komisi VIII, dan Komisi X DPR, pemerintah mengeluarkan PP No. 56 tahun 2012 untuk melaksanakan tes satu kali bagi tenaga honorer K-II.

“Bila dibandingkan dengan pengangkatan PNS dari pelamar umum yang hanya sebanyak 775.884 orang (dengan tes), tenaga honorer yang diangkat sejak tahun 2005-2014 lebih besar, yakni 1.070.092 orang, atau sekitar 24,7% dari jumlah PNS saat ini,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat kepada pemerintah daerah untuk tidak ada lagi merekrut guru honorer. “Bisa kita pantau, jika ada yang melanggar, akan kami kenakan sanksi. Mohon kerja samanya,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan akan dibuat peta jabatan formasi untuk PPPK. “Jadi tidak hanya guru saja, tetapi juga untuk jabatan-jabatan lainnya,” ujarnya.

Berita ini bersumber dari KEMENPANRB.
Share:

Kamis, 20 September 2018

Wakil Ketua DPD Darmayanti Lubis berharap pemerintah menuntaskan persoalan tenaga honorer K2 maupun non-kategori.

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Darmayanti Lubis berharap pemerintah menuntaskan persoalan tenaga honorer K2 maupun non-kategori.

Menurut Darmayanti, permasalahan tenaga honorer dapat diselesaikan secara preventif dengan pendekatan regulasi yang berpihak dan berkeadilan terhadap eksistensi tenaga honorer.

Dia mengatakan, pemerintah harus memperhatikan nasib tenaga honorer yang telah mengabdi puluhan tahun. Menurut dia, persoalan yang terjadi saat ini adalah kekosongan hukum yang mengatur keberadaan tenaga honorer Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.

"Hilangnya kedudukan hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga honorer Indonesia serta berlarut-larutnya penyelesaian maslaah tenaga honorer perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah,” kata Darmayanti dalam diskusi bertajuk Masa Depan Tenaga Honorer di Indonesia" di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/9).

Dia menambahkan, persoalan tenaga honorer kembali mencuat saat adanya agenda seleksi CPNS 2018. Dalam seleksi tersebut, terdapat salah satu syarat batas usia pendaftar yang tidak boleh melebihi umur 35 tahun. Sementara mayoritas honorer K2 usianya di atas 35 tahun sehingga tidak bisa mengikuti seleksi CPNS.

Karena itu, Darmayanti meminta tenaga honorer agar dapat menyusun sebuah rekomendasi mengenai aspirasi yang selanjutnya diberikan kepada DPD. Aspirasi tersebut selanjutnya akan diperjuangkan oleh DPD ke DPR maupun pemerintah untuk dibuat sebuah solusi berupa payung hukum terkait pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS.

“Ada lembaga hukum yang menjadi panitia, kemudian bersama-sama merekomendasikan. Nanti kami dari DPD bisa berbicara langsung secara kelembagaan dengan DPR dan Pemerintah,” ucap senator asal Sumatera Utara (Sumut) ini.

Anggota DPD Ibrahim Agustinus Medah menjelaskan bahwa permasalahan tenaga honorer harus segera diselesaikan karena di dalamnya melibatkan nasib banyak orang. Dia menilai sumber masalah ini adalah tidak adanya payung hukum yang mendasari pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS.

“Menurut saya, pemerintah ini melakukan action-nya berdasarkan payung hukum. Maka undang-undang yang menjadi dasar pengangkatan PNS atau honorer harus direvisi,” kata Ibrahim.

Dia prihatin atas nasib tenaga honorer di daerah. Banyak tenaga honorer yang memiliki penghasilan yang kecil. Bahkan gaji tersebut tidak cukup untuk kegiatan operasional dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga honorer.

“Guru-guru di NTT hanya ada yang terima 100 sampai 150 ribu. Padahal untuk membayar ojek sekitar satu jutaan dalam satu bulan. Kenapa mereka tetap menjadi honorer? Karena mereka ingin mendidik generasi muda. Jadi bukan soal uang, tetapi pengabdian mereka ke bangsa,” katanya.

Berita ini bersumber dari JPNN.
Share:

Imbauan Ketum PGRI untuk Guru Honorer K2

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa Ketum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengimbau seluruh guru honorer K2 (kategori dua) dan non kategori untuk tidak melanjukan aksi demo maupun mogok mengajar. Diingatkan juga jangan sampai aksi mogok mengajar terjadi dalam skala nasional.

Dia mengingatkan guru honorer akan tugas mulia seorang pendidik. Berjuang menuntut hak boleh-boleh saja tapi jangan sampai meninggalkan kelas sehingga siswa telantar.

"Please deh, jangan sampai demo nasional ke Jakarta. Berhentilah demo dan mogok, PGRI akan bantu perjuangan guru honorer," kata Unifah dalam konpers di Jakarta, Kamis (20/9).

Dengan demo, lanjutnya, tidak ada hasil yang diperoleh. Ini terbukti dengan lima kali aksi nasional di Jakarta, efeknya tidak signifikan. Sementara untuk melakukan aksi, honorer harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit.

Dia menyebutkan PB PGRI sudah mengajukan kepada pemerintah untuk perpanjangan usia bagi guru honorer dalam rekrutmen CPNS. Kalau bisa honorer usia 35 sampai 45 tahun juga diberikan kesempatan untuk mengikuti rekrutmen CPNS. Ini untuk menghargai pengabdian dan dedikasi honorer.

PGRI juga meminta agar para guru honorer untuk tetap melaksanakan pengabdiannya mendidik siswa dan tidak meninggalkan ruang kelas. Kemuliaan jiwa pendidik menjadi cahaya dan harapan bagi masa depan anak bangsa.

"Kami menyadari dalam proses rekrutmen ini, pemerintah harus mengacu pada ketentuan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang membatasi usia pelamar. Namun, alangkah eloknya bila ada penghargaan negara atas dedikasi dan pengabdian mereka. Karena itu kami mengharapkan ada kebijakan dan regulasi yang melindungi honorer," tegasnya.

Berita ini bersumber dari JPNN.
Share:

Selasa, 11 September 2018

Inilah Ketentuan Rekrutmen CPNS 2018 Dari Jalur Fomasi Khusus

Sahabat pembaca Info Honorer 2018, sudah tahukah anda bahwa selain dari jalur formasi umum, sesuai Peraturan Menteri (Permen) PANRB No. 36 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS tahun 2018, pada rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil  (CPNS) 2018 juga ada jalur formasi khusus.

Jalur rekrutmen CPNS untuk formasi khusus itu terdiri dari lulusan terbaik (cumlaude), penyandang disabilitas, putra-putri Papua dan Papua Barat, diaspora, olahragawan berprestasi internasional, serta tenaga pendidik dan tenaga kesehatan eks tenaga honorer kategori II yang memenuhi persyaratan.

Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmadja mengatakan, berdasarkan Permen PANRB tersebut, instansi pemerintah pusat wajib mengalokasikan minimal 10 persen untuk sarjana lulusan terbaik (cumlaude), sedangkan instansi daerah minimal 5 persen  dari total alokasi yang ditetapkan.

“Pelamar merupakan lulusan perguruan tinggi maupun program studi terakreditasi A/unggul pada saat kelulusan,” kata Setiawan di Jakarta, Jumat (7/9).

Sedangkan untuk penyandang disabilitas, menurut Deputi SDMA Kementerian PANRB itu, setiap instansi wajib mengalokasikan formasi jabatan, persyaratan, jumlah, dan unit penempatan yang dapat dilamar oleh penyandang disabilitas. “Untuk instansi pusat minimal dua persen, dan untuk daerah minimal satu persen,” ujarnya.

Untuk pelamar diaspora, yang baru pertama kali dilakukan, menurut Setiawan, dialokasikan untuk formasi jabatan peneliti, dosen, dan perekayasa. Untuk formasi ini, pendidikan minimal S-2, kecuali untuk perekayasa, yang dapat dilamar dari lulusan S-1.

“Diaspora merupakan formasi khusus yang dibuka pertama kali tahun 2018 ini,” ujar Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmadja.

Formasi khusus yang sempat menyita perhatian masyarakat seusai Asian Games adalah atlet berprestasi internasional. Dalam hal ini, lanjut Setiawan, pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menpora, dan merujuk pada ketentuan Permenpora No. 6/2018 tentang Persyaratan dan Mekanisme Seleksi, dan Pengangkatan Olahragawan Berprestasi Menjadi CPNS tahun 2018.

Tenaga Honorer KII

Formasi khusus keenam dalam penerimaan CPNS tahun 2018 adalah tenaga pendidik dan tenaga kesehatan dari eks tenaga honorer kategori II (THK-II) yang memenuhi syarat.

Berdasarkan Permen PANRB No. 36/2018, THK-II itu, lanjut Setiawan, harus terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan memenuhi persyaratan seperti ketentuan UU ASN, PP 48/2005 dan terakhir diubah menjadi PP No. 56/2012, UU No. 14/2005 bagi tenaga pendidik, dan UU No. 36/2014 bagi tenaga kesehatan.

Deputi SDMA Kementerian PANRB itu menyebutkan, saat ini tercatat ada 13.347 orang di dalam database BKN.

Setiawan menambahkan, selain persyaratan tersebut, usia pelamar paling tinggi 35 tahun pada tanggal 1 Agustus 2018, dan masih aktif bekerja secara terus-menerus sampai saat ini.

Bagi tenaga pendidik, minimal berijazah S-1, dan untuk tenaga kesehatan, minimal harus berijazah Diploma III,  yang diperoleh sebelum pelaksanaan seleksi THK-II pada tanggal 3 November 2013.

“Selain memiliki KTP, pelamar juga harus memiliki bukti nomor ujian THK-II pada tanggal 3 November 2013 tersebut,” ungkap Setiawan.

Khusus untuk eks THK-II, mekanisme/sistem pendaftaran dilakukan tersendiri di bawah koordinasi BKN. Pendaftar dari eks THK-II yang telah diverifikasi dokumennya wajib mengikuti seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan tidak ada Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) bagi eks THK-II.

“Pengalaman kerja selama minimal 10 tahun dan terus-menerus menjadi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan dari eks honorer K-II ditetapkan sebagai pengganti SKB,” imbuh Setiawan mengutip Permen PANRB No. 36/2018.

Berita ini bersumber dari SETKAB RI.
Share:

Facebook Page

Pesan Sponsor

Statistik Blog